Sejak jaman Adam dan Hawa jatuh ke dunia, manusia mempunyai
naluri egonya masing-masing, karena itu Tuhan juga sebagai gembala tidak hanya
menggunakan tongkat untuk mengarahkan tetapi terkadang dia menggunakan gada
untuk membentuk kita.
Mzm23:4 Sekalipun aku
berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau
besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.
Kenapa Gada ? Karena naluri manusia yang egois terkadang
membuat diri selalu benar dan kalaupun udah tau salah, tapi tetep “kekeuh”
bahkan terkadang sampai berbohong untuk menutupi kesalahannya. Namanya juga
manusia kalau cuman diomongin terkadang iya iya doang, tapi tidak berubah.
7 Ego Manusia :
1. Ingin
menyerah dari kenyataan (mudah lari dari masalah).
2. Ingin
menjadi sama dengan orang lain (yang kelihatannya lebih bahagia, sukses, lbh
cantik dsb).
3. Ingin
instan, dapat banyak tanpa perjuangan.
4. Ingin
melihat orang yang telah menyakiti, menderita.
5. Ingin
hidup tanpa masalah & persoalan.
6. Ingin
melihat segala sesuatunya persis seperti yang diharapkan.
7. Ingin
selalu dinomor satukan.
Jadi Tuhan mengijinkan hal yang tidak enak terjadi dalam
hidup kita (digebuk pake gada), agar kita kembali kejalanNya yang benar, agar
kita tidak tersesat.
Hal tidak enak yang seperti apa ? Tentu saja hal-hal yang
bertentangan dengan keinginan kita.
Mulai dari hujan gede marah-marah, panas terik
ngomel-ngomel, punya orang tua yang cuek kitanya ngeluh, orang tua cerewet bikin
kita bĂȘte, teman pendiam bikin malas, temen cerewet cape hati juga. Maunya apa
?
Segala sesuatunya manusia ingin sesuai dengan harapannya,
tidak suka bila terjadi yang tidak sesuai.
Manusia seringkali ingin menyingkirkan perbedaan agar menemukan kedamaian. Manusia ingin
semua orang mengerti kehendak kita, segala sesuatunya tentang “Aku” atau kalau
jaman sekarang seringkali kita memakai pola pikir “harusnya”…. Seharusnya gini,
dia seharusnya ngerti, seorang pemimpin harusnya… orang tua yang baik harusnya…
teman tuh harusnya…
Sayangnya tidak bisa ! Kita tidak bisa menyingkirkan perbedaan yang terjadi, bahkan mungkin perbedaan itu harus ada, agar kita banyak belajar.
Kalaupun memaksakan perbedaan agar hilang,
mungkin film The Giver bisa menjadi ilustrasi dimana pada akhirnya manusia akan
kehilangan kreativitasnya. sebuah film tentang apa yang terjadi jika di dunia
ini tidak mengenal perbedaan. Bagaimana sebuah
dunia berjalan dalam kesetaraan yang absolut sehingga tak tersisa pilihan. Apa yang terjadi jika di dunia ini tidak ada
ras, suku, agama, bahkan warna. Semua orang buta warna karena perbedaan tidak diperkenankan. Proteksi sangat kuat
diberlakukan agar manusia tidak mengenal pilihan, perbedaan
dan emosi. Bahkan untuk pilihan hidup mati pun sudah ditentukan oleh para tetua
komunitas.
Sekarang kita belajar, kitanya yang berubah, menerima perbedaan!
Caranya :
1. Ingat prinsipnya
Mzm 25:8 TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan
jalan kepada orang yang sesat.
Tuhan selalu baik! Apapun perbedaan
yang terjadi : perbedaan pendapat, perbedaan gaya hidup, perbedaan
sifat, keadaan cuaca yang tidak sesuai, kecelakaan, sakit penyakit, keluarga
yang tidak harmonis, teman-teman yang cuek…. Apapun itu kita harus pegang
prinsip awalnya yaitu : God is good, always good!
Pemazmur bilang gada juga penghiburan lho…
2. Terus belajar
Dalam perbedaan kita harus
mengerti, ada pelajaran didalamnya. Karena segala sesuatu terjadi bukan karena
kebetulan tetapi sudah merupakan bagian dari rancangan indah Tuhan. Ingat bukan
rencana kita, tetapi rencana Tuhan.
Rom8:28 Kita tahu
sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam SEGALA
SESUATU untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu
bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Kalau kita tidak pernah dikhianati, kita tidak akan pernah
belajar mengampuni.
Kalau kita tidak pernah direndahkan, kita tidak akan pernah
belajar kerendahan hati.
Kalau kita tidak pernah diremehkan, kita tidak akan pernah
belajar berjuang.
Kalau kita tidak pernah dicuekin, kita tidak akan pernah
belajar memberi perhatian.
Kalau kita tidak pernah didebat, kita tidak akan pernah
belajar berani berbicara.
Kalau kita tidak pernah ditekan, kita tidak akan pernah
belajar memberi lebih.
Kalau kita tidak pernah melakukan kesalahan, kita tidak akan
pernah belajar.
Dan ingat, iblis selalu membuka pintu “exit” alias pintu
menyerah… ketika hal buruk terjadi selalu ada 1 pintu dimana kita lari dari
masalah. Berbagai cara bisa dilakukan lewat pintu “exit”. Kita menutup hati
kita, kita trauma, kita lari dari komunitas kita, kita lari dari rumah, kartu
kredit juga bisa menjadi pintu “exit”, bahkan membunuh orang yang menyakiti
kita juga itu pintu “exit”.
So… guys jangan menyerah, jangan cari pintu “exit” karena
sebenarnya kita tidak akan pernah bertumbuh bila selalu menyerah, bahkan
cenderung menurun. People can change, but it’s u’r response that decide if u
wanna go up or go down.
3. Comfort Zone
Terkadang Tuhan mengijinkan sesuatu yang buruk terjadi
karena Tuhan ingin kita menjadi kepala bukan ekor. Kalau kita terlalu nyaman
dalam suatu keadaan, kita akan jadi orang yang tidak pernah mengelola talenta
kita. Kalau kita tidak perlu cari uang, teman banyak dan baik-baik, tidak pernah
tertipu, tidak pernah berjuang untuk meraih sesuatu, segala sesuatunya sudah
ada. Naluri manusia tentu saja akan bermalas-malasan. Malas artinya tidak
mengelola talenta.
Dua kejadian comfort zone, Nokia Vs Apple :
Nokia, yang merajalela ditahun 2000-an, tapi karena terlena (comfort zone), terpuruk sejak
munculnya android dan iphone, hingga terpaksa memecat 10.000 karyawannya.
Setelah sukses dengan macintosnya, Steve Jobs sempat terlena
(comfort zone) dan pada akhirnya Steve
Jobs mengalami kegagalan fatal saat dia dipecat dari Apple oleh CEO-nya waktu
itu, John Sculley. Pemecatan ini menyakitkan karena justru Steve-lah yang
merekrut dan membawa masuk John Sculley untuk mengurusi pemasaran Macintosh.
Seperti kita tahu, sepeninggal Steve waktu itu, nasib Apple menjadi makin
runyam.
Apa komentar Steve mengenai pemecatan yang menyakitkan
tersebut? “...getting fired from Apple was the best thing that could have ever
happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness
of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one
of the most creative periods of my life.”
Hebatnya Steve, ia tidak menyikapi pemecatannya secara
negatif dan pesimistis sebagai sebuah kekalahan dan akhir segalanya, tapi
justru sebaliknya, membebaskannya memasuki masa-masa terkreatif dan terproduktif
dalam perjalanan hidupnya.
Yang menarik, memulai kembali di titik nol justru menjadikan
Steve punya energi luar biasa untuk berkreasi yang kita tahu akhirnya
mengantarkannya untuk mencipta produk-produk paling kreatif dalam sejarah umat
manusia: iPod, iPhone, iPad. Kondisi serba keterbatasan di titik nol ini justru
memberikan spirit luar biasa untuk merengkuh kesuksesan.
Bayangkan bila Steve Jobs waktu itu tidak dipecat ? Mungkin
sampai sekarang kita tidak pernah mengenal yang namanya Ipod….
4. Cerdik seperti ular, tulus seperti merpati
Sekarang bagaimana
kalau perbedaan itu salah ? masa kita diam saja bila orang berbuat salah ?
Alkisah di sebuah desa, ada seorang peternak mempunyai
seorang tetangga yang berprofesi sebagai pemburu. Dia mempunyai anjing-anjing
yang galak dan kurang terlatih. Anjing-anjing itu sering melompati pagar dan
mengejar-ngejar domba-domba peternak. Peternak itu meminta tetangganya untuk
menjaga anjing-anjingnya, tetapi ia tidak mau peduli. Suatu hari anjing-anjing
itu melompati pagar dan menyerang beberapa domba sehingga terluka parah.
Peternak itu memutuskan untuk pergi ke kota untuk
berkonsultasi pada seorang hakim.
Hakim itu mendengarkan cerita peternak itu dengan hati-hati dan
berkata,“Saya bisa saja memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung
anjing-anjingnya, lalu menghukum pemburu itu. Tetapi Anda akan kehilangan
seorang teman dan mendapatkan seorang musuh.
Mana yang kau inginkan: teman atau musuh yang jadi
tetanggamu?”
Peternak itu menjawab,"Yang Mulia, saya lebih suka
mempunyai seorang teman."
“Baik, saya akan menawari Anda sebuah solusi jitu...” Dan
Pak hakim pun menceritakan solusi terbaiknya.
Mendengar solusi pak hakim, peternak itu setuju.
Ketika sampai di rumah, peternak itu segera melaksanakan
solusi pak hakim. Dia mengambil tiga domba terbaiknya dan menghadiahkannya
kepada tiga anak tetangganya itu. Ketiga anak pemburu itu menerima dengan
sukacita dan mulai bermain dengan domba-domba tersebut. Untuk menjaga mainan
baru anaknya, si pemburu itu memasukan anjing-anjingnya ke dalam kandang. Sejak
saat itu anjing-anjing itu tidak pernah menggangu domba-domba sang peternak.
Di samping rasa terimakasihnya kepada kedermawanan peternak
kepada anak-anaknya, pemburu itu sering membagi hasil buruan kepada peternak.
Sebagai balasannya peternak mengirimkan daging domba dan keju buatannya. Dalam
waktu singkat tetangga itu menjadi teman yang baik.
Cara terbaik untuk “mengalahkan” dan mempengaruhi orang
adalah dengan kebajikan dan belas kasih. Seperti contoh di atas, saat keburukan
dan sifat ego dibalas dengan kebaikan, ternyata hasilnya membawa manfaat dan
kebahagiaan bersama.
Demikian pula di kehidupan ini, saat ego dikalahkan maka
kemenangan akan memihak kepada kita. Saat perbuatan baik kita lakukan,
sesungguhnya kita sedang melindungi diri sendiri dari kemalangan yang mungkin
sedang mengintai.
" Mereka yang tidak bisa memaafkan orang lain
menghancurkan jembatan yang akan dilewatinya (Confusius)"
Dari cerita diatas jelas ini yang Tuhan Yesus mau… kita
memang harus berjuang kalau perbedaan itu
membuat manusia jadi seenaknya, tapi cara kita berjuang yang harus kita
pikirkan. Kalau kita selesaikan dengan emosi, sebenarnya kita berjuang demi ego
atau emosi diri sendiri, bukan demi kebenaran.
Ingat, mau bagaimana pun kita harus tetap mengasihi dan
melayani, Tuhan aja datang untuk melayani bukan dilayani, dan sejak awal kita
telah mati, segala sesuatunya milik Tuhan, kita hanyalah hambaNya yang
diselamatkan melalui salibNya.
No comments:
Post a Comment