Sunday, 19 June 2016

Rahasia Menjadi Bahagia & Panjang Umur

Hormati orang tua - Sayangi Keluarga
Sebenarnya kalau Alkitab bisa diperas, intisarinya apa sih ?
Tentu sebagian dari kalian tahu bahwa yang terutama adalah "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Tapi tahukah kamu dua hukum tersebut tergambarkan juga di 2 loh batu yang Tuhan Firmankan pada Musa. Perintah ke-1 sampai dengan ke-4 adalah perintah yang berhubungan dengan Tuhan, sedangkan perintah yang ke- 5 hingga 10 adalah perintah yang berhubungan dengan sesama.
Dari 5 perintah yang berhubungan dengan sesama, perintah pertamanya adalah : “Hormatilah Ayah  dan Ibumu” (Kel 20:12). Berarti sungguh sangat spesial perintah ini karena diucapkan pertama oleh Tuhan, bahkan ini perintah dari jaman dahulu lho, sebelum Yesus datang (note: jaman peperangan, saling bunuh-bunuh-an :p aja udah disuruh hormatin orang tua). Dan ingat,
ini perintah yah bukan saran. Ini hukumnya wajib.
Pertanyaannya kenapa kita harus menghormati orang tua kita ? Bagaimana kalau orang tua kita adalah bukan orang yang takut akan Tuhan, bahkan cenderung mengajarkan teladan yang salah ?
Bagaimana pun keadaan atau situasi orang tua kita semua masing-masing, kita tetap harus menghormati orang tua kita, karena :

1.    Wujud ketaatan pada otoritas
Kata Yunani yang dipakai untuk menghormati berarti  “memuja, menjunjung dan menghargai." Menghormati itu berarti menunjukkan respect, bukan saja karena jasa, namun juga karena kedudukan. Misalnya, sebagian orang Indonesia mungkin berbeda pendapat dengan keputusan Presiden, namun mereka masih tetap menghormati posisinya sebagai pemimpin negara.
Atau bayangkan kalau kalian ditunjuk sebagai ketua kelompok kerja. Kalian menunjuk anggota kalian untuk print poster ukuran A4. Tetapi tanpa konfirmasi, tanpa bertanya anggota kalian print poster ukuran A3, karena dia pikir semakin besar semakin menarik. ‘kan bĂȘte!
Tapi berbeda dengan orang yang meghormati kedudukan kita sebagai ketua, dia pasti akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, minimal bertanya lebih dahulu.

Tuhan ingin mengajarkan pentingnya tunduk pada otoritas. Bahkan Yesus menteladani ketaatannya pada Bapa dengan mati di kayu salib.
Dengan meneladani Yesus, kita harus memperlakukan orangtua kita sama seperti kita menghampiri Bapa surgawi kita dengan hormat (Maleakhi 1:6).
Bukan itu saja bahkan Tuhan menjanjikan kebahagiaan dan umur panjang bagi yang menghormati orang tuanya.(Ef 6:1-3). Sebaliknya, mereka yang “pikirannya terkutuk” dan tidak beribadah pada akhir zaman akan ditandai dengan ketidaktaatan kepada orangtua (2 Timotius 3:2)
Demikian pula anak berumur berapa pun harus menghormati orangtua mereka, tanpa memandang apakah orangtua mereka “layak” dihormati atau tidak.
Setelah seorang anak menjadi dewasa, ketaatan yang mereka pelajari sebagai anak, akan menjadi bekal dalam menghormati pihak-pihak yang berwenang, seperti pemerintah, polisi atau pun terhadap atasan di perusahaan, dosen di kampus, pemimpin rohani di gereja.

2.    Kita juga akan menjadi orangtua
Keluarga merupakan sebuah komunitas terkecil sekaligus merupakan kekuatan sebuah masyarakat dan sebuah negara. Gereja yang kuat terbangun atas keluarga yang kuat, pernikahan yang sehat. Allah menyebut diri-Nya sebagai lintas generasi.
Generasi yang jujur tercipta berdasarkan sebuah proses dan apa yang di bentuk dalam keturunan generasi ke generasi.
Berhati-hati lah menabur didalam keluarga, karena apa yang kau tabur, akan tertuai melalui keturunanmu. Walaupun sekarang kamu masih sekolah atau kuliah, tetapi suatu saat kamu akan merasakan juga menjadi orang tua, problemnya kalau kamu tidak bisa menghormati orang tua dari sekarang, suatu saat kamu akan menuai juga, anak kamu tidak menghormati kamu lho… Seperti kisah yang dibawah ini :

Seorang kakek tua tinggal bersama anak laki-lakinya, seorang menantu, dan cucunya yang masih berusia 4 tahun. Karena tangannya sudah gemetaran, kakek tua itu sering kesulitan apabila sedang makan. Kadang-kadang dia menjatuhkan sayuran, menumpahkan minuman, atau menjatuhkan piring.
Anak laki-laki dan menantunya menjadi jengkel. “Kita harus berbuat sesuatu,” kata si anak. “Aku sudah tidak tahan lagi, masak setiap hari aku harus membersihkan pecahan piring.” Akhirnya suami istri itu membuatkan sebuah meja kayu kecil di pojok ruangan. Disana, kakek tua itu harus makan sendiri sementara anggota keluarga yang lain bercengkerama di meja makan. Selain harus makan sendirian, kakek tua itu pun harus makan menggunakan piring kayu yang dibuatkan oleh anaknya agar tidak lagi pecah apabila dijatuhkan.
Meskipun hanya diam seribu bahasa, kakek tua itu kadang-kadang meneteskan air mata ketika mendengar kata-kata yang agak kasar saat dia menjatuhkan sesuatu. Cucu kecilnya hanya melihat semua itu dalam diam.
Pada suatu sore, si anak laki-laki melihat anak kecilnya bermain-main dengan mengumpulkan kayu-kayu. Dengan heran dia bertanya, “Kamu sedang apa?” Anak kecil itu dengan polos menjawab, “Oh, aku sedang mengumpulkan kayu-kayu, agar Aku bisa membuatkan meja dan piring kayu untuk tempat makan ayah dan ibu apabila sudah tua nanti.”
Kata-kata itu bagaikan siraman es di kepalanya. Si anak tak bisa berkata apa-apa. Pelan-pelan air mata mulai menetes di pipinya. Meskipun tidak ada kata yang keluar, tapi dia tahu apa yang harus dilakukannya. Malam itu si anak menggandeng tangan ayahnya dan menuntunnya ke meja makan keluarga. Dan sejak saat itu si kakek tua bisa makan bersama keluarganya lagi. Tidak ada lagi yang keberatan apabila dia menjatuhkan sayuran, menumpahkan minuman, atau bahkan menjatuhkan piring.

Kisah tersebut menyadarkan kita juga untuk terus menjadi teladan yang baik, termasuk teladan dalam menghormati orang tua yang tidak “layak” dihormati karena telah sering menyakiti hati kita (1Tim 4:12).
Bahkan Tuhan ingin anak-anaknya memperbaiki apa yang dahulu orang tuanya telah salah ajarkan. Yes 58:12 : “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan "yang memperbaiki tembok yang tembus," "yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni"”.
Tuhan ingin mulai dari generasi kitalah diperbaiki apa yang telah runtuh, mulai dari generasi kitalah keturunan anak cucu kita menjadi takut akan Tuhan. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengaku mengasihi dan mau taat pada Allah yang tidak kelihatan, bila kita tidak bisa menghormati orang tua yang kelihatan, yang telah merawat kita, memberi makan kita, hingga bisa datang ke komsel hari ini.

Setelah kita tahu tujuan sebenarnya dari menghormati orang tua, caranya gimana sih ? Apa bentuk kongkrit dari menghormati orang tua ?

Kata hormat dalam bahasa Hebrew adalah Kabad. Yang artinya “to be heavy” = menjadi lebih berbobot. Menghormati orang tua artinya memberikan bobot yang lebih berat pada orang tua, mendahulukan/memprioritaskan diatas kepentingan pribadi. Dalam hal ini bentuk paling kongkrit, paling sederhana dalam menghormati/mendahulukan orang tua dan yang semua orang bisa lakukan adalah mendengarkan. Nah, seberapa banyak kita mendengarkan nasihat orang tua ?
Alkitab secara blak-blakan mencatat pentingnya mendengarkan nasihat atau ajarang orang tua, Amsal 1:8 Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu. Bahkan mengutuki anak yang tidak mendengarkan, Amsal 30:17 Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali. Bayangkan gagak lembah dan anak rajawali lho, mereka itu burung yang lemah, tidak seperti gagak bukit atau induk rajawali yang kuat. Dalam artian, barangsiapa yang tidak menghormati Ayah Ibunya, akan jatuh habis dipatuk atau dimakan (mis : bisnisnya, kesehatannya) oleh orang-orang/perkara-perkara yang lemah sekalipun, engkau tidak berdaya melawannya.

Walau terkadang kita selalu menemukan alasan tepat untuk tidak mendengarkan nasihat orang tua, ini bukan berarti semua yang mereka ajarkan salah 100 % toh ? Masalahnya adalah bukan benar atau salahnya juga, tetapi seberapa banyak kita terbiasa mendengarkan dan mau melakukan nasihat orang tua, termasuk dari hal-hal kecil, misalkan : “jangan pulang malam”, “belajar jangan banyak main”, “tolong ambilkan barang”, ”tolong cuci piring”, “makan dulu, jangan main aja”, “ini tolong ajarin sms, mamah ga bisa”, “tidur, udah malam”, “nonton tv jangan dekat2”, “belajar menabung, jangan beli barang-barang yang ga berguna”.
Kalau dari hal-hal kecil saja kita sudah tidak taat, apalagi perkara besar, betul ?

Closing : Putar Video ini: Love u'r parents

Pertanyaan diskusi :
  1. Sharingkan kesulitan kalian untuk mendengarkan nasihat orang tua.
  2. Apakah ada perkara besar yang berbeda pendapat dengan orang tua ? 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...